Sabtu, 23 Agustus 2008
alamat kedutaan besar yan ada di Indonesia
A
Kedutaan Besar Afghanistan
Jl. Dr. Kusumaatmaja S.H. 15, Jakarta 10310
Telepon : (021) 314-3169
Fax : (021) 335-390
Email: afghanembassy_indo@yahoo.com
Kedutaan Besar Afrika Selatan
Wisma GKBI, 7th Floor, Suite 705
Jl. Jenderal Sudirman No. 28, Jakarta 10210
Telepon : (021) 574-0660
Fax : (021) 574-0661
Email: saembjak@centrin.net.id
Website: www.saembassy-jakarta.or.id
Perwakilan Albania untuk Indonesia
2952, Jl. Bukit Ledang, Off Jalan Duta,
Kuala Lumpur 50480, Malaysia
Phone: (60-3) 2093-7808, 2093-8102
Fax: (60-3) 253-7359
Kedutaan Besar Algeria/Aljazair
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 10-1
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-4719 / 525-4809
Fax : (021) 525-4654
Email: ambaljak@cbn.net.id
Website: www.algeria-id.org
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 5, Jakarta 10110
Telepon : (021) 3435-9000
Fax : (021) 386-2259
Email: jakconsul@state.gov
Website: www.usembassyjakarta.org
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Bali
Jl. Hayam Wuruk 188 Denpasar - Bali, Indonesia
Phone: (62-361) 233-605
Fax: (62-361) 222-426
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Surabaya
Jl. Raya Dr. Sutomo No. 33
Surabaya, Jawa Timur
Phone: (62-31) 568-2287, 568-2288
Fax: (62-31) 567-4492
Kedutaan Besar Arab Saudi
Jl. M.T. Haryono, Kav. 27 Jakarta 13630
Telepon: (021) 801-1553 / 801-1537
Fax : (021) 801-1527
Kedutaan Besar Argentina
Menara Mulia Building, 19th Floor, Suite 1901
Jl. Jenderal Gatot Subroto, Kav. 9-11
Jakarta 12930
Telepon : (021) 526-5661
Fax : (021) 526-5664
Kedutaan Besar Australia
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. C15-16
Jakarta 12940, Indonesia
Telepon : (021) 522-7111
Fax : (021) 522-7101
Kedutaan Besar Austria
Jl. Diponegoro 44, Jakarta 10310
Telepon : (021) 338-090 / 338-101 / 310-7451
Fax : (021) 390-4927
B
Kedutaan Besar Bangladesh
Jl. Denpasar Raya 3, Block A-13
Kav. 10, Kuningan Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-1986 / 522-1574
Fax : (021)526-1807
Kedutaan Besar Belanda
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. S-3, Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-1515
Fax : (021) 570-0734
Kedutaan Besar Belgia
Deutsche Bank Building 16th Floor
Jl. Imam Bonjol 80, Jakarta 10310
Telepon : (021) 316-2030
Fax : (021) 316-2035
Kedutaan Besar Brasil
Menara Mulia Building, 16th Floor, Suite 1602
Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 9-11
Jakarta 12390
Telepon : (021) 526-5656
Fax : (021) 526-5659
Kedutaan Besar Brunei Darussalam
Wisma GKBI, Suite 1901
Jl. Jenderal Sudirman 28, Jakarta 10210
Telepon : (021) 574-1437 / 574-1438 / 574-1439
Fax : (021) 574-1463
Kedutaan Besar Bulgaria
Jl. Imam Bonjol 34-36, Jakarta 10310
Telepon : (021) 390-4048 / 390-4049
C
Kedutaan Besar Chile
Bina Mulia I building, 7th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. 10, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-1131
Fax : (021) 520-1955
Kedutaan Besar Cina
Mega Kuningan No.2, Jakarta
Telepon : (021) 576-1037 / 576-1038 / 576-1039
Fax : (021) 576-1034
Kedutaan Besar Czech (Ceko)
P.O. Box 1319
Jl. Gereja Theresia 20, Jakarta
Telepon : (021) 390-4075 / 390-4077
Fax : (021) 336-282
D
Kedutaan Besar Denmark
Bina Mulia Building, 4th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. 10, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520.4350
Fax : (021) 520-1962
E
Kedutaan Besar Emirat Arab
Jl. Sisingamangaraja C-4, Kav. 16-17
Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-6518 / 520-6552
Fax : (021) 520-6526
F
Kedutaan Besar Filipina
Jl. Imam Bonjol No. 6-8
Menteng, Jakarta 10310
Telepon : (021) 310-0302 / 314-9329 / 310-0334
Fax : (021) 315-9773 / 315-1167
Kedutaan Besar Finlandia
Bina Mulia Building I, 10th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. 10, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-7408
Fax : (021) 525-2033
H
Kedutaan Besar Hungaria
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. X No. 3
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-3459 / 520-3460
Fax : (021) 520-3461
I
Kedutaan Besar India
Jl. H.R. Rasuna Said, S-1, Kuningan
Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-4150 / 520-4152 / 520-4157
Fax : (021) 520-4160
Kedutaan Besar Inggris
Jl. M.H. Thamrin 75, Jakarta
Telepon : (021) 315-6264
Fax : (021) 314-1824 / 390-2726 / 390-7493
Kedutaan Besar Iran
Jl. H.O.S. Cokroaminoto 110
Telepon : (021) 331-391 / 334-637 / 331-378
Fax : (021) 310-7860
Kedutaan Besar Irak
Jl. Teuku Umar 38, Jakarta 10350
Telepon : (021) 390-4067
Fax : (021) 390-4066
Kedutaan Besar Italia
Jl. Diponegoro 45, Jakarta 10310
Telepon : (021) 337-445 / 323-490
Fax : (021) 337-422
J
Kedutaan Besar Jepang
Jl. M.H. Thamrin 24, Jakarta
Telepon : (021) 324-308
Fax : (021) 325-460
Kedutaan Besar Jerman
Jl. M.H. Thamrin 1, Jakarta
Telepon : (021) 390-1750
Fax : (021) 390-1757
K
Kedutaan Besar Kamboja
Panin Bank Plaza, 4th Floor
Jl. Palmerah Utara 52, Jakarta 11480
Telepon : (021) 548-4840 / 548-3716
Fax : (021) 548-3684
Kedutaan Besar Kanada
Wisma Metropolitan I, 5th Floor
Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29, Jakarta 12920
Telepon : (021) 525-0709
Fax : (021) 571.2251
Kedutaan Besar Korea Utara
Jl. H.R. Rasuna Said Kav.X No. 5, Jakarta 12950
Telepon : (021) 521-0181 / 522-2442 / 526-0066
Fax : (021) 521-0183
Kedutaan Besar Korea Selatan
P.O. BOX 4187 JKTM
Jl. Jenderal Gatot Subroto 57, Jakarta Timur
Telepon : (021) 520-1915
Fax : (021) 525-4159
Kedutaan Besar Kroasia
Menara Mulia building, Suite 2101
Jl. Gatot Subroto, Kav. 9-11, Jakarta 12930
Telepon : (021) 525-7822 / 525-7611
Fax : (021) 520-4073
Kedutaan Besar Kuba
Villa Pejaten Mas, Block G, No. 4
Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta 12520
Telepon : (021) 780-6673
Fax : (021) 780-7345 / 780-6673
Kedutaan Besar Kuwait
Jl. Denpasar Raya Block A-XII No. 1
Kuningan Timur, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-2477 / 520-2478 / 520-2479
Fax : (021) 520-4359 / 522-4931 / 526-5886
L
Kedutaan Besar Laos
Jl. Kintamani Raya C-15 No. 33, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-2673 / 522-9602
Fax : (021) 522-9601
Kedutaan Besar Libanon
Jl. YBR V No. 82, Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021)526-4306 / 525-3074 / 520-7121
Fax : (021) 520-7121
Kedutaan Besar Libia
Jl. Pekalongan 24, Menteng, Jakarta 10310
Telepon : (021) 335-308 / 335-754
Fax : (021) 335-726
M
Kedutaan Besar Malaysia
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. X/6 No. 1-3
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 522-4947
Fax : (021) 522-4974
Kedutaan Besar Mali
Jl. Mendawai III No. 18
Kebayoran Baru, Jakarta 12130
Telepon : (021) 720-8472 / 726-8504
Fax : (021) 722-9589
Kedutaan Besar Maroko
Kuningan Plaza, South Tower, Suite 512
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. C 11-14
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-0773 / 520-0956
Fax : (021) 520-0586
Kedutaan Besar Meksiko
Menara Mulia Building, Suite 2306
Jl. Gatot Subroto Kav. 9-11, Jakarta 12930
Telepon : (021) 520-3980
Fax : (021) 520-3978
Kedutaan Besar Mesir
Jl. Teuku Umar 68, Menteng, Jakarta 10350
Telepon : (021) 314-3440 / 331-141 / 335-350
Fax : (021) 314-5073
Kedutaan Besar Myanmar
Jl. Haji Agus Salim No. 109, Jakarta Pusat
Telepon : (021) 314-0440 / 327-684
Fax : (021) 327-204
N
Kedutaan Besar Nigeria
P.O. BOX 3649
Jl. Taman Patra IV No. 11-11A
Kuningan Timur, Jakarta 12950
Telepon : (021) 526-0922 / 526-0923
Fax : (021) 526-0924
Kedutaan Besar Norwegia
Bina Mulia Building I, 4th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 10
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-1990
Fax : (021) 520-7365
P
Kedutaan Besar Pakistan
Jl. Teuku Umar No. 50
Menteng, Jakarta 10350
Telepon : (021) 314-4008 / 314-4009 / 314-4011
Fax : (021) 310-3947 / 310-3946 / 310-3945
Kedutaan Besar Papua New Guinea
Panin Bank Centre, 6th Floor
Jl. Jenderal Sudirman No. 1, Jakarta 10270
Telepon : (021) 725-1218
Fax : (021) 720-1012
Kedutaan Besar Perancis
Jl. M.H. Thamrin 20, Jakarta Pusat
Telepon : (021) 314-2807
Fax : (021) 314-3338
Kedutaan Besar Peru
Bina Mulia Building 2, 3rd Floor
Jl. H.R. Rasuna Said Kav.11
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-1176 / 520-1866
Fax : (021) 520-1932
Kedutaan Besar Polandia
Jl. Diponegoro No. 65, Jakarta 10310
Telepon : (021) 314-0509
Fax : (021) 327-343
Q
Kedutaan Besar Qatar
Jl. Taman Ubud I No.5
Kuningan Timur, Jakarta 12920
Telepon : (021) 527-7751 / 527-7752
Fax : (021) 527-7754
R
Kedutaan Besar Rumania
Jl. Teuku Cik Ditiro No. 42A
Menteng, Jakarta Pusat
Telepon : (021) 310-6240 / 310-6241
Fax : (021) 390-7759
Kedutaan Besar Rusia
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. X7 No. 1-2
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 522-2912 / 522-2914 / 522-5195
Fax : (021) 522-2916 / 522-2915
S
Kedutaan Besar Selandia Baru
P.O. BOX 2439
BRI II Building, 23rd Floor
Jl. Jenderal Sudirman, Kav. 44-46, Jakarta 10210
Telepon : (021) 570-9460 / 570-9470
Fax : (021) 570-9457 / 570-9471
Kedutaan Besar Singapura
Jl. H.R. Rasuna Said, Block 4, Kav. 2
Kuningan Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-1489
Kedutaan Besar Slovakia
P.O. BOX 1368
Jl. Prof. Moh. Yamin, S.H. No. 29
Menteng , 10310 Jakarta
Telepon : (021) 310-1068 / 315-1429
Fax : (021) 310-1180
Kedutaan Besar Spanyol
Jl. Haji Agus Salim No. 6, Jakarta 10350
Telepon : (021) 335-937 / 335-940 / 335-771
Fax : (021) 325-996
Kedutaan Besar Sri Lanka
Jl. Diponegoro No. 70, Jakarta 10310
Telepon : (021) 314-1018 / 316-1886 / 391-9364
Fax : (021) 310-7962
Kedutaan Besar Sudan
P.O. BOX 403
Wisma Bank Dharmala, 7th Floor, Suite 1
Jl. Jenderal Sudirman, Kav.28
Jakarta 12910
Telepon : (021) 521-2075
Kedutaan Besar Swedia
Menara Rajawali, 9th Floor
Jl. Mega Kuningan Lot 5/1, Jakarta 12950
Telepon : (021) 576-2690
Fax : (021) 576-2691
Kedutaan Besar Swiss
Jl. H.R. Rasuna Said, Block 3 No.2
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-6061
Fax : (021) 520-2289
Kedutaan Besar Syria
Jl. Karang Asem I No. 8
Kuningan Raya, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-4117 / 520-1641 / 525-5991
Fax : (021) 520-2511
T
Kedutaan Besar Thailand
Jl. Imam Bonjol No. 74, Jakarta 10310
Telepon : (021) 390-4052 / 314-7925 / 391-5651
Fax : (021) 310-7469
Kedutaan Besar Tunisia
Wisma Dharmala Sakti, 11th Floor
Jl. Jenderal Sudirman No. 32, Jakarta
Telepon : (021) 570-3432 / 570-4220
Fax : (021) 570-0016
Kedutaan Besar Turki
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav.1, Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-6250 / 526-4143 / 522-7440
Fax : (021) 522-6056 / 527-5673
U
Kedutaan Besar Ukraina
Jl. Simprug Permata I No.39, Jakarta 12220
Telepon : (021) 726-7575 / 720-5356
Fax : (021) 726-6969
Kedutaan Besar Uni Eropa
P.O. BOX 6454 JKPDS
Wisma Dharmala sakti, 16th Floor
Jl. Jenderal Sudirman Kav.32, Jakarta 10064
Telepon : (021) 570-6076
Fax : (021) 570-6075
Kedutaan Besar Uzbekistan
Jl. Brawijaya Raya No. 7, Block P-5, Jakarta
Telepon : (021) 739-9009 / 722-1640 / 913-4212
Fax : (021) 722-1640
V
Kedutaan Besar Vatikan
P.O. BOX 4227
Jl. Medan Merdeka Timur 18, Jakarta
Telepon : (021) 384-1142 / 381-0736
Fax : (021) 384-1143
Kedutaan Besar Venezuela
Menara Mulia, Suite 2005, 20th Floor
Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 9-11, Jakarta
Telepon : (021) 522-7547 / 525-7548
Fax : (021) 522-7549
Kedutaan Besar Vietnam
Jl. Teuku Umar, Jakarta 10350
Telepon : (021) 910-0163 / 315-8537 / 310-0358
Fax : (021) 314-9615
Y
Kedutaan Besar Yaman
Jl. Yusuf Adiwinata No. 29, Jakarta 10350
Telepon : (021) 390-4074 / 310-8029 / 310-8035
Fax : (021) 390-4946
Kedutaan Besar Yordania
Jl.Denpasar Raya Block A-13, Kav.1-2
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-4400 / 520-4401
Fax : (021) 520-2447
Kedutaan Besar Yugoslavia
Jl. HOS Cokroaminoto No. 109, Jakarta 10310
Telepon : (021) 314-3560 / 334-157
Fax : (021) 314-3613
Plaza 89, 12th Floor
Jl. HR. Rasuna Said Kav. 7 No. 6
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-7776
Fax : (021) 520-7753
Rabu, 13 Agustus 2008
KRITIK PERS GENDER TERHADAP EMPAT TEORI PERS GLOBAL
Gambaran umum media massa di Asia mengenai perempuan saat ini masih tidak jauh dari apa yang dikuatkan budaya patriarkh: secara kodrati perempuan kurang pandai dan secara fisik perempuan adalah makhluk rapuh, lemah, dan karenanya harus dilindungi. Sepintas, notion palsu ini seperti menempatkan perempuan pada posisi aman karena "terlindungi". Tetapi, sebenarnya seluruh stereotipe baku yang menempel pada manusia berjenis kelamin sosial perempuan itu secara ideologis justru melemahkan seluruh eksistensinya sebagai manusia.
Hal ini akan segera tampak dari bagaimana, misalnya, media memotret tindak kriminal yang melibatkan perempuan, baik sebagai korban, maupun sebagai pelaku; judul-judul sensasional, melemahkan dan berkonotasi negatif, juga pemilihan kata dalam badan berita.
Tingkah laku media massa pada posisinya sebagai the fourth estate--karena otoritasnya menggalang dan membentuk opini publik dalam persoalan ketidakadilan gender melalui pemberitaan ini tengah disoroti berbagai pihak, dan menjadi bahan analisis lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pemantauan media (media watch). Hal sama juga menjadi pokok bahasan dalam seminar Media and Gender di Fukuoka, Jepang. Empat panelis dari Korea, Thailand, Hongkong, dan Indonesia, sepakat menyatakan, bahasa jelas bukan merupakan sesuatu yang tanpa maksud. Persis seperti yang disebut George Orwell sebagai "wacana baru" (newspeak), bahasa bukanlah sekadar alat komunikasi. Ia merupakan suatu kegiatan sosial yang terstruktur dan terikat pada keadaan sosial tertentu.
Bahasa (baik dalam huruf dan gambar) ikut mengonstruksikan perempuan dalam posisinya sebagai the second class citizen karena perempuan merupakan the second sex1. Bahasa juga merupakan wilayah di mana rasa tentang diri, subyektivitas, termasuk definisi tentang perempuan dan laki-laki serta apa yang baik dan buruk dari masing-masing jenis ini dibentuk2,. Hal ini terjadi karena bahasa adalah kekuatan, pertentangan, pergulatan. Bahasa adalah senjata sekaligus penengah, racun sekaligus obat, penjara sekaligus jalan keluar, kata Terry Eagleton dalam What is Ideology (1991) Bahasa juga adalah situs bagi dampak-dampak ideologis yang memiliki kekuatan dahsyat untuk membentuk perilaku pembacanya. Dengan demikian pembicaraan mengenai ideologi tidak mungkin dilepaskan dari pembicaraan mengenai bahasa. "Di media massa di Hongkong, perempuan digambarkan sebagai mistress sekaligus martir, sedangkan laki-laki digambarkan sebagai anggota geng dan kriminal," papar Carmen Poon Lai-King (37), redaktur Next Magazine, Hongkong. "Salah satu yang paling ekstrem adalah kasus eksploitasi perempuan korban pembunuhan," papar Carmen.
Perempuan itu bernama Chow Lai-fong, dibunuh tengah malam tanggal 9 April 1999. Tubuh yang dipotong menjadi dua bagian itu ditaruh di kardus dan diketemukan keesokan harinya. Pada tanggal 11 April 1999, hampir semua surat kabar memuat berita itu di halaman I. Beberapa media memilih gambar tubuh bagian bawah perempuan malang itu, disertai peta waktu yang mendeskripsikan kejadian itu, "Seakan-akan pembunuhan itu sendiri merupakan suatu kerja seni," ujar Carmen seraya memperlihatkan kliping-kliping koran tersebut. "Bayangkan bagaimana Anda melihat gambar-gambar seperti ini ketika makan pagi. Saya hampir muntah, bukan karena jijik, tetapi lebih karena marah. Saya merasa media telah melakukan perkosaan ulang terhadap perempuan korban dan memaksa pembacanya tunduk memenuhi kehendak itu," tegas Carmen.
Ia menganggap media telah melakukan pengintipan untuk hal yang paling personal dari tubuh perempuan. "Aspek terburuk dari media di Hongkong adalah praktik seperti pemburu berdarah dingin yang rakus mengejar perempuan sebagai obyek seks dan kekerasan," lanjutnya. Potret perempuan sebagai obyek seks dan kekerasan juga digarisbawahi panelis dari Indonesia, Thailand, dan Korea. Kasus tidak terlalu ekstrem muncul setiap hari dengan model, bintang film dan selebriti yang difoto memakai rok sangat mini dan ketat, blus dengan belahan dada rendah. Selain pemilihan kata yang menegaskan kesan merendahkan, angle paling favorit sebagian wartawan foto, menurut Carmen adalah bagian di antara payudara perempuan dan di antara kedua pahanya.
"Mengapa harus bagian-bagian itu yang ditonjolkan melalui intipan kameranya? Apakah karena bagian tubuh perempuan yang tersembunyi itu dianggap lebih menggairahkan? Apakah itu merupakan nafsu-nafsu tersembunyi dari para pengambil gambar? Atau merupakan keinginan yang ditekan untuk mengontrol perempuan dan media dengan segera membaui rahasia ini dengan memperkuat kelainan kolektif tersebut?" lanjut Carmen.
Sebagai konsekuensi dari anggapan mengenai perempuan sebagai obyek seks, dua hal paling populer dalam cerita sampul media cetak di Hongkong adalah perempuan pengusaha yang sukses dan perempuan selebriti seperti model, bintang layar kaca, dan layar perak. "Ronnie Yip adalah bintang porno ringan pada awal tahun 1990-an," ujar Carmen. Ronnie kemudian meninggalkan industri film, menikah dan melahirkan anaknya tahun lalu. Hal yang mengesalkan Carmen, sebagai wartawan sekaligus ibu satu anak, adalah para wartawan yang meliput peristiwa kelahiran itu lebih menujukan pertanyaannya pada bagaimana Ronnie mempertahankan keindahan payudaranya.
"Media tidak peduli pentingnya memberikan air susu ibu pada bayi, tetapi mengenai payudaranya karena sebelumnya ada rumor Ronnie melakukan operasi plastik untuk payudaranya," ujar Carmen, seraya melanjutkan, potret Ronnie sebagai obyek seks merupakan pilihan untuk meningkatkan tiras penjualan dibandingkan Ronnie sebagai perempuan dan ibu yang baru saja melahirkan bayinya. Sementara pembaca hanya punya dua pilihan, yakni membeli atau tidak membeli; bukan untuk berpikir kritis. Mereka dibuat yakin bahwa apa yang disodorkan media merupakan kebenaran mutlak.
Potret umum lainnya untuk perempuan dalam media massa di Hongkong, menurut Carmen, adalah sebagai martir. Istilah lain untuk maksud sama yang digunakan oleh panelis dari Korea, Indonesia, dan Thailand adalah the glory of suffering atau memandang pengorbanan oleh perempuan sebagai tugas mulia.
"Ini merupakan konsekuensi dari stereotip yang dipegang kukuh oleh masyarakat bahwa perempuan lebih mau berkorban, lemah lembut, bertanggung jawab memelihara, merawat serta melindungi keluarganya," sambung Oh Geum-A (28) dari The Pusan Daily News, Korea. Maka, kalau bukan sebagai obyek seks dan obyek kekerasan, potret perempuan dalam media massa adalah berubah secara ekstrem, yakni sebagai "perempuan yang melawan dominasi patriakh seperti pejuang di rimba Amazon" seperti dikatakan Oh Geum-A, atau sebagai "pejuang yang dahsyat", yang dikatakan Carmen sebagai "Membebaskan diri dari peran tradisionalnya di rumah". Mereka memiliki peran baru seperti Joan d' Arc, sang martir, dengan mengorbankan kebahagiaan dirinya untuk kepentingan politik sang suami.
"Dalam pemilu untuk kursi legislatif, media memotret para politisi itu bersama istri mereka. Lalu diberikan ruang luas untuk komentar para istri terhadap kemenangan suaminya," ujar Carmen, "Para istri itu dilihat sebagai pendukung setia suami, bukan dirinya sendiri." Sementara itu, perempuan politisi yang menang berdiri sendiri tanpa suami mereka. "Tak satu pun media menghiraukannya, seakan-akan bukan hal yang pantas diliput," papar Carmen.
Sebagai hasil pandangan umum bahwa politik merupakan "dunia laki-laki", jumlah perempuan politisi dan perempuan yang berada di pusat-pusat pengambilan keputusan di Hongkong jumlahnya satu berbanding empat dengan laki-laki rekannya. Angka ini masih jauh lebih baik dibandingkan Korea yang hanya 6,2 persen atau satu berbanding 16, Thailand 10 persen, dan Indonesia delapan persen. "Secara umum tulisan mengenai pekerja seks di Thailand, misalnya, lebih memaparkan pengorbanan perempuan demi kebahagiaan keluarganya. Maksudnya mungkin memberikan empati, tetapi sebenarnya menjebak untuk memuliakan pengorbanan perempuan. Ini justru memperlemah posisi perempuan yang sudah lemah di masyarakat," ujar Chumcan Chamniprasart (30) dari harian Khoosad, Bangkok, Thailand.
Upaya pemberdayaan yang diterjemahkan secara keliru dalam media massa juga terjadi di Korea. "Kemajuan perempuan di Korea ditulis secara berlebihan dengan mengetengahkan tingginya jumlah perempuan yang menjadi guru dan perawat. Situasi ini memperlihatkan bias gender dalam penulisan dan pemilihan angle. Juga berarti feminisasi dunia pendidikan dan keperawatan; yang sebenarnya juga merupakan perpanjangan dari tugas-tugas domestik perempuan," tegas Oh Geum-A.
OH Geum-A sependapat dengan Chumcan, bahwa peningkatan jumlah perempuan wartawan akan membuat pelaporan yang lebih seimbang dan adil tentang perempuan. "Jumlah perempuan wartawan di Korea hanya sekitar 13,7 persen," ujar Geum-A. Jumlah yang kurang lebih sama di Thailand dan Indonesia. Sedangkan di Jepang seperti dipaparkan Masako Katsuki (36) dari Nishi-Nippon Shimbun, hanya 10,2 persen.
Akan tetapi, hal itu juga tidak bisa menjadi jaminan. "Sekitar 80 persen wartawan di Hongkong adalah perempuan, tetapi mereka mengadopsi seluruh pola pikir maskulin dalam penulisan berita, karena berita kriminal, politik dan ekonomi identik dengan maskulinitas karena para redaktur adalah laki-laki," jelas Carmen. "Kalaupun mereka menulis tentang soal kesejahteraan atau mengenai perempuan, mereka menggunakan cara pandang laki-laki sehingga bukan tidak mungkin perempuan menulis kata-kata yang meremehkan kaumnya sendiri," ia melanjutkan.
Kalau perempuan menduduki posisi-posisi kunci dalam media massa pun, masih belum memberikan jaminan bahwa pemberitaan yang seimbang, tidak bias gender dan lebih memberikan empati pada perempuan, bisa diwujudkan. Panelis dari Indonesia mengatakan, satu-dua perempuan yang menduduki posisi tinggi dalam media massa akan segera menjelma menjadi "the industrial being" atau manusia industri yang lebih banyak berpikir soal untung-rugi.
"Seluruh persoalan ini di dalam media massa tidak terlepas dari struktur modal yang kapitalistik," sambung Chumcan. "Menjadi naif kalau kita hanya berpikir mengenai teori jurnalistik," tegasnya. Namun, dalam jurnalistik pun sebenarnya dikenal apa yang disebut sebagai good taste dan bad taste, meski pemilihannya, sekali lagi, tergantung pada ideologi pekerja pers-nya, khususnya mengenai perbedaan jenis kelamin sosial itu.
Oleh karena itu, yang menjadi soal bukanlah sekadar jumlah perempuan wartawan, tetapi bagaimana menyosialisasikan ideologi yang lebih adil kepada anggota redaksi dan para pemimpin media massa. Terutama juga bagaimana memberitahu para pemilik modal bahwa gerakan mencapai keadilan dan kesetaraan dalam pemberitaan media massa sudah semakin universal sifatnya.
1 Haig A Bosmajian dalam The Language of Oppression (1983)
2 Christ Weedon
Mencetak MS Word dalam urutan terbalik
Anda sering menncetak suatu dokumen Word dan Anda harus selalu membalik urutan halaman ? Hal ini tentu terasa membosankan. Sebenarnya Anda bisa mencetak dokumen Word dengan uratan terbalik (dari nomor halaman besar ke kecil) sehingga Anda tidak perlu harus membalik urutannya. Caranya dari menu Tools/Option/Print tandai Reverse Print Order lalu klik OK.
Menggulung dokumen dengan cepat
Pernahkah Anda mempunyai document yang panjang pada MS Word, yang terdiri dari puluhan halaman ? Apa yang Anda rasakan saat melakukan pengecekan document tersebut ? Kesulitan ! Ya, biasanya kita akan mengalami kesulitan saat melakukan pengecekan pada document tersebut, karena kita harus selalu menggerakkan mouse sekedar untuk menggulung (scrolling) document. Kesulitan ini bertambah jika mouse Anda tidak dilengkapi fasilitas scroll. Nah, untuk mengatasi hal tersebut sebenarnya MS Word sudah menyediakan fasilitas Auto Scroll. Untuk menampilkan fasilitas tersebut caranya sebagai berikut :
Buka MS Word Anda.
Dari menu Tools, pilih Customize.
Pindah ke tab Commands.
Pada bagian Categories, gantilah menjadi All Command.
Pada bagian Commands, carilah AutoScroll.
Drag (geserlah) AutoScroll tersebut ke arah toolbar.
Klik Close.
Sekarang untuk melakukan scrolling, klik pada AutoScroll yang baru saja kita buat pada toolbar. Perhatikan pada bagian kanan, akan muncul AutoScroll. Anda bisa menggeser cursor tersebut ke atas atau ke bawah. Semakin ke atas atau semakin ke bawah, penggulungan akan semakin cepat.
Memberi warna pada image (Pengirim : Enggar)
Ikuti langkah di bawah ini untuk memberi warna pada MS Word :
Klik menu Insert - picture - clipart.
Aktifkan gambar dengan cara mengklik gambar tersebut.
Klik kanan - pilih 'edit picture'.
Klik bagian dari gambar yang ingin diberi warna dengan memilih icon 'fill color'.
Bila ingin menghapus bagian-bagian tertentu dari gambar, pilih objeknya terlebih dahulu dan tekan tombol delete.
Klik 'close picture' bila telah selesai mengedit gambar.
Cropping image (Pengirim : Enggar)
Insert - picture - clipart.
Sebelumnya terlebih dahulu aktifkan toolbar Picture ( View - toolbar - picture).
Aktifkan gambar dan pilih icon 'crop'.
Letakkan icon 'crop' di salah satu kotak pada frame.
Kkemudian drag untuk memotong di bagian gambar yang diinginkan.
Konversi dari tabel ke teks
MS Word menyediakan fasilitas untuk pembuatan tabel secara mudah dan cepat. Tapi bagaimana solusinya jika Anda terlanjur membuat tabel beserta datanya sementara Anda ingin menggantinya ? Mudah saja, gunakan fasilitas Convert. Langkah komplitnya sebagai berikut :
Blok dulu tabel yang ingin Anda konversi.
Dari menu Table, pilih Convert - Table To Text.
Maka akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini.Di sini Anda harus menentukan pemisah antarkolom pada tabel. Yang biasa digunakan adalah Tabs.
Langkah terakhir klik OK.
Setting folder default untuk menyimpan file
Kalau Anda rapi dalam menyimpan file, tentu Anda akan mengelompokkan data-data Anda berdasarkan jenis data atau jenis keperluan. Misalnya saja data MS Word selalu di simpan di C:\My Documents\MS Word. Nah, daripada setiap kali menyimpan data Anda akan "terlempar" ke folder yang "jauh" lebih baik Anda menentukan folder default tempat menyimpan data MS Word tersebut. Caranya :
Dari menu Tools, pilih Options.
Pindah ke tab File Locations.
Di sana terlihat list box dengan tulisan Documents, Clipart Pictures, User templates, dst.
Klik pada Documents dan klik tombol Modify.
Pada kotak dialog yang muncul, arahkan ke folder tempat Anda akan menyimpan data. Misalnya C:\My Documents\MS Word.
Klik OK, OK lagi.
Setelah Anda mengubah setting di atas maka saat Anda menyimpan data maka MS Word langsung "membuka" folder C:\My Documents\MS Word.
Shortcut pada MS Word
NASIONALISME
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.
b. Bentuk Nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudulk Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").
Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").
Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRT karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Sepanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu.
Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.
B. Nasionalisme Indonesia
NASIONALISME merupakan suatu bentuk ideologi, demikian pendapat James G. Kellas (1998: 4). Sebagai suatu ideologi, nasionalisme membangun kesadaran rakyat sebagai suatu bangsa serta memberi seperangkat sikap dan program tindakan. Tingkah laku seorang nasionalis didasarkan pada perasaan menjadi bagian dari suatu komunitas bangsa.
Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai jawaban atas kolonialisme. Pengalaman penderitaan bersama sebagai kaum terjajah melahirkan semangat solidaritas sebagai satu komunitas yang mesti bangkit dan hidup menjadi bangsa merdeka. Semangat tersebut oleh para pejuang kemerdekaan dihidupi tidak hanya dalam batas waktu tertentu, tetapi terus-menerus hingga kini dan masa mendatang.
Kebijakan pendidikan nasional di awal abad XX telah menciptakan inti dari elite baru Indonesia yang terdiri dari para dokter, guru, dan pegawai sipil pemerintah. Bersamaan dengan itu, kebencian yang laten terhadap dominasi kolonial timbul di atas ambang kesadaran nasional. Berdirinya Boedi Oetomo (1908) menjadi tanda kebangkitan nasionalisme Indonesia yang kemudian diikuti organisasi-organisasi nasional lainnya.
Jiwa nasionalisme kaum elite dari hari ke hari semakin meluas dan menguat di hati rakyat. Tekanan ekonomi yang teramat berat selama pendudukan Jepang memperkuat semangat nasionalisme untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Pada kurun waktu 1945-1950, jiwa nasionalisme diperteguh oleh semangat mempertahankan kemerdekaan, serta persatuan dan kesatuan Indonesia yang dirongrong oleh perlawanan kedaerahan dari negara-negara boneka bentukan Belanda.
KINI nasionalisme menghadapi tantangan besar dari pusaran peradaban baru bernama globalisasi. Nasionalisme sebagai basic drive serta elan vital dari sebuah bangsa bernama Indonesia sedang diuji fleksibilitasnya, dalam arti kemampuan untuk berubah sehingga selalu akurat dalam menjawab tantangan zaman. Fleksibilitas tidaklah mengurangi jiwa nasionalisme, justru sebaliknya, fleksibilitas menunjukkan begitu dalamnya nasionalisme mengakar sehingga dalam waktu bersamaan dia tetap hidup dan terus-menerus bermetamorfosis.
Pusaran ekonomi global menendang nasionalisme jauh ke pinggiran. Nasionalisme menjadi tidak relevan lagi. Di masa lalu modal terkait erat dengan rakyat. Dia memiliki tanggung jawab sosial untuk menghidupi seluruh anggota komunitas (bangsa). Namun kini, privatisasi terus-menerus menyeret modal menjauh dari dimensi sosial atau komunitasnya. Demi keuntungan yang sebesar-besarnya modal dengan cepat berlari (capital flight) ke (negara) mana pun yang disukainya.
Apakah negara hancur lebur karena krisis ekonomi atau rakyat mati kelaparan, tidak lagi dipandang sebagai tanggung jawab para pemilik modal. Banyaknya perusahaan yang melarikan modalnya ke negara lain pada saat krisis ekonomi di pertengahan 1997 dan tahun-tahun sesudahnya memberi gambaran konkret atas persoalan tersebut. Kenyataan demikian memunculkan persoalan, apakah nasionalisme masih relevan dalam pusaran ekonomi global saat ini, sebab modal finansial melepaskan diri dari keterikatannya dengan nation-state, sehingga bangsa sebagai komunitas solidaritas menjadi utopia.
Globalisasi sebagai proses de-teritorialisasi tidak hanya menimbulkan persoalan di bidang ekonomi, tetapi juga kebudayaan. Kebudayaan kerap dikaitkan dengan teritori tertentu. Ruang membentuk identitas budaya. Ini berarti nasionalisme Indonesia pun dibangun oleh kebudayaan Indonesia yang berada dalam batas-batas geografis tertentu. Itu pemahaman kebudayaan di masa lalu.
Globalisasi sebagai proses de-teritorialisasi telah mengubah semua itu. Kebudayaan tidak lagi terkungkung dalam teritori tertentu. Kini tidak sedikit anak-anak muda Kota Kembang yang lebih terampil break dance daripada jaipongan; atau lebih mahir bermain band, daripada menabuh gamelan. Kita juga bisa menyaksikan orang barat yang menjadi dalang dan piawai memetik kecapi. Kita bisa menyaksikan ibu-ibu yang setia berkebaya serta bapak-bapak yang bersarung atau berpeci, pada waktu bersamaan begitu menikmati fast food bermerek global. Kebudayaan telah melepaskan diri dari keterikatannya pada nation-state. Kenyataan ini menghadapkan nasionalisme dengan persoalan, manakah kebudayaan yang akan menjadi media berurat-akarnya nasionalisme?
Bersamaan dengan proses de-teritorialisasi dan mengglobalnya kebudayaan terjadi gerak sebaliknya berupa pencarian identitas lokal yang semakin intensif.
Proses mengglobal dan melokal janganlah dipandang sebagai penyakit atau kelainan dalam budaya masyarakat tetapi mesti diterima sebagai keutamaan hidup manusia; semakin mengglobal semakin rindu akan identitas lokalnya. Gerak paradoks tersebut tampak jelas dalam bangkit dan menguatnya gerakan-gerakan etnis serta agama. Nation-state menghadapi ancaman dari berbagai gerakan partikular sehingga memicu domestic conflicts yang dapat membawa pada runtuhnya nation-state seperti yang dialami oleh bekas negara Uni Soviet. Pada titik ini nasionalisme pun dipertanyakan eksistensi dan relevansinya.
Globalisasi bidang politik mendatangkan persoalan serupa atas nasionalisme. Globalisasi telah mereduksi pentingnya lingkup politik dari nation-state yang merupakan basis bagi pembangunan sosial-politik. Peran nation-state menjadi subordinat karena diambilalih oleh lembaga-lembaga ekonomi transnasional. Jika eksistensi nation-state terpinggirkan, halnya sama dengan nasionalisme, nasionalisme menjadi ideologi yang kedaluarsa.
DARI perspektif ekonomi, budaya, dan politik global tampak bahwa nasionalisme menghadapi tantangan yang sangat besar di tengah pusaran globalisasi saat ini. Apakah ini berarti nation-state tidak relevan lagi, yang berarti tidak relevan pula membicarakan nasionalisme? Fakta menunjukkan bahwa hingga saat ini kewarganegaraan modern dengan berbagai hak sosial, politik, dan sipilnya tidaklah melampaui batas-batas nasional. Meski kini berkembang berbagai komunitas transnasional, Uni Eropa misalnya, namun seseorang yang hendak menjadi anggota terlebih dahulu mesti memperoleh kewarganegaraan dari salah satu negara anggotanya. Ini berarti di tengah arus globalisasi, peran nation-state serta nasionalisme tetap relevan dan signifikan.
Pertanyaan yang segera muncul, nasionalisme yang mana? Jika ditempatkan dalam ketegangan lokal-global, nasionalisme merupakan pencarian identitas lokal (nasional) di tengah pusaran globalisasi.
Nasionalisme sebagai identitas bukanlah "kata benda" yang bentuk dan wujudnya sudah jadi dan final. Nasionalisme merupakan "kata kerja", artinya dia adalah suatu projek yang mesti terus-menerus dikerjakan, dibangun, serta diberi dasar dan makna baru pada setiap kesempatan. Proses kerjanya dijalani lewat public critical rational discourse yang melibatkan seluruh bagian anak negeri sebagai yang sederajat tanpa mengecualikan siapapun.
Di tengah pusaran globalisasi, nasionalisme Indonesia bukan lagi memanggul senjata atau bambu runcing dengan semangat "merdeka atau mati". Nasionalisme Indonesia bukanlah patriotisme gaya Hitler atau Mussolini, juga melampaui semboyan termashur dari Perdana Menteri Britania Raya, Disraeli, "benar atau salah, negeriku selalu benar". Nasionalisme demikian oleh Mangunwijaya dimaknai sebagai nasionalisme pasca-Indonesia.
Arah nasionalisme pasca-Indonesia, menurut Mangunwijaya, akan berkembang dengan mengambil sumber dari semangat dasar nasionalisme generasi 1928; suatu nasionalisme yang berpedoman "right or wrong is right or wrong" bukan "right or wrong is my country". Hakikat nasionalisme Generasi 1928 merupakan perjuangan dan pembelaan kawanan manusia yang terbelenggu penjajahan, tertindas, miskin kemerdekaan dan hak menentukan diri sendiri.
Nasionalisme pasca-Indonesia seperti juga nasionalisme 1928 diarahkan untuk memperjuangkan hidup manusia yang termarginalisasi, teralienasi serta tak berdaya menghadapi penguasa ekonomi, politik, budaya yang lalim dan sewenang-wenang.
Bedanya, nasionalisme generasi 1928 ditujukan ke arah lawan asing dari luar, sedangkan bagi nasionalisme pasca-Indonesia yang hidup dalam pusaran globalisasi, batas-batas geopolitis semakin kabur. Perjuangan kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan dari nasionalisme pasca-Indonesia tidak hanya diarahkan ke pihak-pihak asing tetapi juga ke dalam negeri sendiri, bahkan diri sendiri. Nasionalisme pasca-Indonesia merupakan perjuangan untuk meniadakan segala bentuk eksploitasi manusia (juga lingkungan hidup beserta semua penghuninya) oleh siapa pun, dari manapun dan dalam bentuk apa pun.
Nasionalisme pasca-Indonesia tidak menghabiskan "hidupnya" untuk memaksakan memilih salah satu pro atau kontra globalisasi. Bagi nasionalisme pasca-Indonesia, globalisasi merupakan proses sejarah yang tak terelakan (unevitable). Kita tidak mungkin lari apalagi menolak serta menghentikan proses globalisasi. Nasionalisme pasca-Indonesia lebih concern dengan persoalan yang lebih mendasar, yaitu bagaimana "mengawal" globalisasi supaya semakin manusiawi.
Nasionalisme Indonesia Era Reformasi kaitanya dengan Globalisasi.
pada masa sekarang ini satu hal yang perlu dibenahi oleh bangsa Indonesia adalah mentalitas warga masyarakatnya. Sikap mental yang kuat dan konsisten serta mampu mengeksplorasi diri adalah salah satu bentuk konkrit yang dibutuhkan bangsa Indonesia pada saat ini. Saat ini memang bangsa Indonesia sedang mengalami massa-masa keterpurukanya dalam dunia intetrnasional. Krisis multidimensi yang di barengi dengan krisis ekonomi yang berkepanjanganlah yang menyebabkan kegoncangan dan keterpurukan mental Indonesia.
Bangsa Indonesia yang pada masa dahulu terkenal dengan kebudayaan yang begitu eksklusif dan memukau serta penduduk yang ramah-tamah di dukung juga oleh kondisi geografis yang sangat strategis dan dikaruniai tanah yang subur, sekarang justru berubah 180 drajat. Hal ini tidak lepas dari mentalitas warga pendukung yang sangat lemah. Tak ada lagi terlukiskan semangat-semangat nasionalisme dalam diri Indonesia. Mereka seakan lupa akan perjuangan para pahlawan-pahlawan bangsa yang telah mengorbankan tidak hanya harta bendanya tetapi mereka juga mengorbankan nyawa dan keluarga mereka. Sungguh besar jassa mereka, sungguh tinggi jiwa nasionalisme mereka, dan sungguh jauh jika dibandingkan dengan bangsa Indonesia pada masa sekarang ini.
Tidak ada lagi jiwa nasionalis yang dapat ditunjukan kita, kita seakan malah menganggap remeh mereka para pejuang yang telah berjasa kepada kita. Hal ini dapat kita buktikan bahwa pemerintah tetrkesan kurang memperhatikan nasib para veteran.
Kita seakan tenggelam, dalam gemerlapnya harta. Globalisasi dan kapitalisme mengubah mentalitas kita menjadi sangat jauh dengan mental nasional kita. Banyak diantara kita yang rela menjual tanah airnya, hanya karena sedikit kemewahan dari negeri orang. Mereka justru membangga-banggakan negeri orang lain disbanding negerinya sendiri. Sebagai contoh yang dapat menunjukan hal seperti ini adalah penduduk Indonesia pada saat ini justru lebih senang menggunakan produk luar dari pada memakai produk buatan sendiri. Memang produk luar secara kualitas lebih menjalin, bangsa Indonesia belum mampu bersaing untuk menciptakan suatu tekhnologi yang canggih untuk menciptakan produk yang berkualitas. Tapi sikap masyarakat yang lebih mencintai produk luar sangatlah tidak dibenarkan. Mereka tidak memikirkan dampak negatifnya.
Dampak negatifnya antara lain adalah bangsa Indonesia jistru akan lebih tertinggal dengan Negara lain, sebab warga negaranya yang diharapkan dapat mendukung perkembangan tekhnologi di Indonesia malah justru meninggalkanya dan lari kepada Negara lain yang lebih maju. Dalam hal ini bangsa Indonesia terkesan egois, dan secara kasar warganya dapat dikatakan sebagai penghianat bangsa.
Kasus-kasus yang berkaitan dengan Nasionalisme Indonesia
Kasus Sipadan dan Ligitan
sipadan ligitan merupakan salah satu pulau Indonesia yang masuk dalam zona rawan intervensi. Wlaupun pulau ini bukanlah pulau yang luas, sipadan ligitan, kerapkali menimbulkan intervensi dan pengklaiman sepeihak terhadap kepemilikian pulau tersebut. Hal ini dikatenakan masih sangat lemahnya sistem hukum, dan pertahanan dan keamanan Negara.
Pada kekade 2000 lalu, sipadan ligitan kembali mengundang polomik terhadap Negara lain. Kali ini adalah negeri jiran malaisia yang mengklaim, atas kepemilikan dua pulau tersebut. Merekan mengeluarkan sebuah pernyataan yang sangat menyakitkan bangsa Indonesia. Kepemilikan Indonesia atas sipadan ligitan tidak diakui malahan merekan mengakui bahwa merekalah yang berhak atas kepemilikan sipadan dan ligitan.
Hal ini mengundang reaksi keras dari pihak Indonesia maupun pihak luar. Berbagai bentuk protes dan upaya telah di lancarkan sebagai upaya Indonesia mempertahankan hak dan kedaulatanya. Namun upaya-upaya tersebut harus terhenti ketika PBB menyatakan kepemilikan sipadan dan ligitan sebagai bagian dari wilayah Malaysia.
Kasus Pulau Ambalat
tak beda juga dengan ambalat, sebuah pulau yang masuk dalam zona kritis intervensi. Kali ini juga Indonesia dan Malaysia kini menghadapi persoalan wilayah Ambalat akibat pemberian konsesi untuk ekplorasi minyak oleh perusahaan minyak Malaysia (Petronas) pada 16 Februari 2005 kepada perusahaan Shell asal Inggris/Belanda di Laut Sulawesi yang berada di sebelah timur Pulau Kalimantan. Indonesia menyebut wilayah yang diklaim Malaysia itu blok Ambalat dan blok East Ambalat. Di blok Ambalat, Indonesia telah memberikan konsesi kepada ENI (Italia) pada tahun 1999 dan sekarang dalam tahap eksplorasi. Sedangkan blok East Ambalat diberikan kepada Unocal (AS) pada tahun 2004. Untuk blok East Ambalat, kontrak baru ditandangani 13 Desember 2004. Namun kontrak ini menjadi bermasalah ketika Malaysia mengklaim masalah tersebut sebagai wilayahnya dan menolak klaim Indonesia. Malaysia mengklaim Ambalat wilayahnya dengan pertimbangan berada dalam teritorial Malaysia sebagai implikasi lepasnya Sipadan-Ligitan yang tentu berdampak kepada luas batas perairannya. Parahnya, kedua negara belum menuntaskan garis batas teritorial laut. Perdana menteri Abdullah Ahmad Badawi dengan tegas mengklaim wilayah East Ambalat adalah wilayahnya, sebaliknya dan patut diherankan adalah pernyataan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono yang tidak menganggap sikap Malaysia tersebut sebagai ancaman. Pernyataan tersebut tentu mempunyai banyak interpretasi. Sebagai salah satu bentuk sikap politik yang bersahabat dan etis mungkin hal itu dapat dibenarkan, namun dalam kondisi keterpurukan Indonesia seperti sekarang, ketegasan sangat diperlukan untuk mengatakan sikap Malaysia tersebut dapat menjadi ancaman bagi Indonesia. Belajar dari pengalaman Sipadan-Ligitan, sikap Indonesia yang kurang tegas dan tanggap menghasilkan lepasnya kedua pulau tersebut dari pangkuan Indonesia. Tentu Indonesia tidak rela Ambalat jatuh ke tangan Malaysia, karena bukan tidak mungkin akan menyusul penguasaan wilayah Indonesia oleh negara tetangga terhadap pulau-pulau kecil dan wilayah perairannya yang diperkirakan mencapai 92 buah pulau kecil perbatasan. Jika Ambalat lepas dari Indonesia, hal itu semakin membuktikan kedaulatan negara terancam dan harga diri serta martabat bangsa rendah di mata dunia. Kegagalan Pemerintah.Kasus Ambalat muncul seiring dengan lepasnya Sipadan-Ligitan lewat Mahkamah Internasional tahun 2002. Kasus ini sebagai bukti kegagalan pemerintah dalam memberikan perhatian yang serius terhadap pulau-pulau kecil perbatasan dan wilayah perairan di dalamnya. Berdasarkan daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia telah diundangkan pada peraturan Nomor 38 tahun 2002 terdapat 183 titik dasar (TD) dan lebih dari 50 persen TD berada di pulau-pulau kecil atau berjumlah sekitar 92 pulau kecil. Dari 92 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) terdapat sekitar 88 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Berdasarkan data DKP, 21 pulau berbatasan dengan Malaysia, 25 dengan Australia, 12 dengan Filipina, 11 dengan India, 7 dengan Palau, 5 dengan Timor Leste, 4 dengan Singapura, 2 dengan Vietnam dan 1 dengan Papua New Guinue. Sebanyak 50 persen berpenduduk dengan luas wilayah 0,02-200 km2, sisanya belum berpenduduk. Pulau-pulau tersebut mempunyai nilai strategis bagi eksistensi dan kedaulatan bangsa Indonesia sekaligus juga merupakan sumber baru pertumbuhan ekonomi bangsa. Terdapat tiga fungsi penting PPKT tersebut. Pertama, sebagai fungsi pertahanan dan keamanan. PPKT memiliki peran penting keluar masuknya orang dan barang. Praktik-praktik penyelundupan senjata, barang-barang illegal, obat-obatan terlarang, pemasukan uang dolar palsu, perdagangan wanita, pembajakan, pencurian hasil laut dan menjadi lalu lintas kapal-kapal asing. Contoh Pulau Miangas dan Palmas, yang sampai kini masih dipersoalkan Filipina. Kedua, sebagai fungsi ekonomi. Sangat jelas PPKT ini memiliki peluang dikembangkan sebagai wilayah potensial industri berbasiskan sumberdaya seperti industri perikanan, pariwisata bahari, industri olahan dan industri-industri lainnya. Ketiga ; sebagai fungsi ekologi. Ekosistem pesisir dan laut PPKT dapat berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus hirologi dan biokimia, sumber energi alternatif, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang lainnya. Kasus Ambalat mem-buktikan batas wilayah Indonesia-Malaysia belum diatur. Juga batas wilayah dengan negara lainpun belum diatur oleh Indonesia dan negara bersangkutan. Penataan batas wilayah penting segera dilakukan karena menyangkut wilayah pengelolaan sumber daya laut sekaligus mempertahankan wilayah NKRI. Dari rezim hukum laut yang ada, terdapat beberapa rezim yang belum diatur antara lain pertama, zona tambahan (contingues zone). Zona ini merupakan zona pelindung atau sea belt. Indonesia memiliki kewenangan dalam kegiatan imigrasi, kemaritiman dan bea cukai. Wilayah ini diukur 24 mil dari garis pantai terluar atau 12 mil dari sisi terluar laut teritorial. Sampai saat ini Indonesia belum meng”undang”kan zona tambahan. Kedua, wilayah laut lepas. Wilayah perairan ini berada di luar Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Penataan zona ini akan berdampak kepada pemberian izin bagi nelayan negara lain untuk beroperasi di perairan Indonesia. Sampai saat ini Indonesia belum pernah melapor dan memberitahu batas wilayah laut lepas ini. Ketiga, wilayah landas kontinen (continental shelf). Wilayah ini merupakan dasar laut yang ada di sisi luar garis pangkal atau mengarah ke luar garis pangkal kepulauan. Di wilayah ini Indonesia dapat melakukan penelitian, ekplorasi ikan dan aktivitas lainnya. Sampai saat ini Indonesia belum melakukan pengakuan di mana batas landas kontinentalnya. Kasus Ambalat tentu harus diselesaikan secara damai. Pengerahan angkatan perang AL telah menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menjaga wilayahnya. Setidaknya terdapat beberapa langkah lain yang dipandang perlu dilakukan. Pertama, diplomasi langsung antarpemerintah, kalau perlu antarkepala negara tanpa harus merasa rendah diri. Hal ini penting segera dilakukan karena peluang Malaysia mendapatkan Ambalat terbuka lebar, belajar dari skema penyelesaian Sipadan-Ligitan. Diplomasi dilakukan dengan tetap menggunakan landasan internasional. Langkah pertama ini harus dengan tegas dan kalau perlu Indonesia harus ngotot mempertahankannya. Kedua, pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil Perbatasan. Tugas ini menjadi kewajiban Departemen Kelautan dan Perikanan. Sampai saat ini pemberdayaan PPKT belum optimal dan masih banyak yang berupa profil pulau-pulau kecil. Ketiga, pengawasan dan pengamanan kawasan laut terpadu. Pengerahan satuan keamanan laut harus dilakukan secara terpadu dengan sistem yang terkoordinir secara terpusat. Dengan keterbatasan kapal pengaman diperlukan strategi yang efektif. Penempatan kapal-kapal TNI AL di laut perbatasan dan koordinasi antarpihak dapat menjadi solusi untuk efektifitas pengamanan laut Indonesia.
Kasus pemukulan wasit karate dimalaisis
kasus pemukulan wasit karate Donald Pieters Leuthers K pada saat pertandingan sea games di Malaysia mengundang banyak polomik. Pengeroyokan yang dilakokan oleh oknum-oknum polisi Malaysia terhadap Donald mengundang kemarahan dan kecaman-kecaman Negara lain terhadap Malaysia.
Salah satunya adalah Indonesia yang mengaku tidakm terima atas perlakuan Malaysia tersebut. Menurut Indonesia sikap Malaysia sangat brutal dan arogan. Apalagi yang melakukan pengeroyokan tersebut adalah oknum-oknum polisi. Hal ini tentunya menggambarkan betapa buruknya mentalitas masyarakat Malaysia. Begitu bobroknya norma-norma mereka hingga oknum polisi yang seharusnya memberikan pelayanan malah menjadi teroris massa.
Pernyataan Indonesia juga keluar dari SBY yang mengutarakan keprihatinanya terhadap insidentersebut.
Kasus Tari Reog di Ponorogo
tidak hanya pulau-pulau saja yang diklaim kepemilikanya atas Malaysia tetapi dewasa ini juga mengarah pada sasaran baru, yaitu kesenian tari reog asal ponorogo, jawa timur. Malaysia mengklaim bahwa tari reog asal ponorogo yang dalam bangsa Malaysia menyebutnya barongan di akui sebagai kebudayaan asli Malaysia.
Menurut saya sebagai penulis makalah ini, sungguh amat sangatlah bodoh dan konyol, tindakan negeri jiran tersebut. Kalo boleh diibaratkan mereka bagaikan anak kecil yang mencuri di tengah kota. Mereka tidak mempunyai dasar apa-apa yang kuat yang dapat membuktikan kepemilikan atas kebudayaan reog ponorogo.
Peri bahasa mengatakan “Katak berjalan, tak dapat belang Tertutup Ranting Pohon”. Malaysia yang malu akan perbuatanya itu menutupinya dengan permintaan maaf kepada Malaysia namun dalam hati mereka masih mencari-cari celah untuk dapat melompat dan mencuri makanan.
Mungkin juga saya berpendapat jika Malaysia memang Negara terbelakang. Ekonomi mereka saja yang maju, tapi mental mereka sama-sekali tak berkembang, dan tak dapat menciptakan inovesi-inovesi baru dan kemudian mencuri milik tetangga.
Bukti yang menyatakan pernyataan saya tersebut, adalah kasus yang baru-baru ini terjadi dan melibatkan artis-artis Indonesia dengan Timnas sepek bola Malaysia. Dalam pertandingan sepek bola artis kemarin Malaysia vs Indonesia, lagi-lagi ,negeri jiran itu melakukan tindakan konyolnya dengan memainkan pemain-pemain Tomnasnya untuk melawan tim sepek bola artis Indonesia. Sangat-amat tidak sportif! Itu yang mungkin bisa dikatakan untuk menanggapi hal tersebut. Apalagi mengingat, permainan keras Malaysia. Memang Indonesia kalah 1-3 atas timnas Malaysia. Namun setidanya Indonesia menang telak atas sportifitas Indonesia. Apalagi Indonesia mampu menjebol keperawanan penjaga gawang inti dari Malaysia.
Dari kasus-kasus tersebut dapat menjadi pelajaran bagi kita, tentang pentingnya semangat nasionalisme, cinta tanah air dan patriotisme. Kita tentunya berharap tidak akan lagi terjadi kasus-kasus yang merugikan Indonesia. Hal ini dapat kita siasati dengan peningkatan semua aspek kehidupan dan kenegaraan.
BISNIS INTERNASIONAL
Studi bisnis internasional mulai berkembang sejak akhir PD II dan memberi dimensi baru bagi studi ekonomi dan manajemen. Salah satu disiplin ilmu yang dianggap dekat dengan studi bisnis internasional, adalah ekonomi internasional dan perdagangan internasional. Adapun yang membedakan antara ekonomi internasional/ perdagangan internasional dengan bisnis internasional adalah sebagai berikut:
Ekonomi internasional (perdagangan internasional), menitikberatkan perhatiannya kepada hubungan ekonomi antar Negara. Sedangkan bisnis internasional, focus perhatiannya adalah pelaku (perusahaan)yang memainkan peran dalam bisnis internasional.
Dimasa lalu bisnis internasional tidak berkembang dengan pesat dikarenakan alas an-alasan berikut:
PD II hanya dikenal sebagai era kehancuran dan peperangan, sehingga memungkinkan terjadinya integrasi ekonomi serta kerjasama ekonomi antar Negara-negara.
Pada masa tahun 1914-1950. Strategi kerjasama internasional, investasi portofolio tanpa keterlibatan manajerial. Dimana periode ini perdagangan internasional didominasi oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat.
Meningkatnya kegiatan bisnis internasional dimulai sejak berakhirnya PD II (kolonialisme) dengan semakin berkembangnya usaha-usaha pembangunan ekonomi Negara-negara yang baru merdeka. Terlebih lagi dengan dianutnya politik ekonomi terbuka yang dipelopori oleh AS dan Negara-negara industri barat lainnya.
Selanjutnya Pang Lay Kim, dalam bukunya “bisnis internasional dalam lingkungan yang sedang berubah”, mengatakan bahwa meningkatnya kegiatan bisnis internasional setelah PD II sampai awal 1960, telah memberikan kesempatan kepada semua perusahaan modern untuk memasuki pasar internasional dan menempatkan diri dalam deretan MNC.
Disamping meningkatnya perdagangan internasional dalam arti kegiatan ekspor-impor, investasi antar Negara juga mulai berkembang dengan pesat. Pada akhir 1960-an, banyak perusahaan baik negara maupun swasta, secara pesat telah melanggar batas-batas nasional dan sering mengabaikan hambatan-hambatanpolitik dan ekonomi tradisional. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain berusaha memanfaatkan peluang pasar bebas untuk tetap mempertahankan produksi skala masal, sehingga perusahaan-perusahaan tersebut harus mendcari psar-pasar baru dan memperluas pasar-pasar yang ada. Dengan investasi, perusahaan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan.
Kegiatan perusahaan-perusahaan tersebut dimungkinkan oleh strategi nasional suatu Negara. Dalam hal ini contoh yang menarik adalah usaha kerjasama antara Negara eropa untuk melakukan integrasi ekonomi dalam kelompok MEE. Adanya hambatan tarif baru di MEE bagi barang-barang AS dan ditambah dengan keuntungan potensial pasaran missal baru telah memicu investasi langsung Amerika di Eropa.
Perkembangan investasi luarnegeri juga, menggambarkan adanyta pergeseran dalam kegiatan perdagangan internasional. Dengan mendahulukan kegiatan investasi langsung di luar perdagangan ekspor-impor dan investasi portofolio, dimana perusahaan asing langsung terlibat dalam masalah-masalah internal Negara-negara yang dimasukinya. Apa keuntungan bagi Negara yang bersangkutan ?
Perkembangan bisnis internasional tidak lepas dari perkembangan ekonomi dan perdagangan internasional. Dalam perdagangan internasional tejadi perkembangan dari konsep absolute advantage kepada konsep comparative advantage, adanya pergeseran strategi dari bentuk kegiatan perdagangan ekspor-impor kebentuk penanaman modal langsung maupun tidak langsung.
Perluasan kegiatan bisnis internasional semakin memberi peluang bagi usah pengembangan ekonomi dengan mengembangkan bisnis internasional, perusahaan-perusahaan nasional akan bisa memperluas pemasarannya dari pasar local ke pasar dunia.
Alasan yang melatarbelakangi pengembangan bisnis internasional, adalah:
Dari segi pertumbuhan ekspor, produsen nasional menghadapi peluang pasar dalam negeri yang semakin terbatas. Terobosan melalui ekspor memperluas kemungkinan peluang bagi produk-produk mereka di Negara lain. Faktor-faktor yang melatar belakangi masuknya perusahaan-perusahaan AS ke pemasaran internasional adalah
Terdorong oleh melemahnya kesempatan pemasaran di dalam Negara.
Perusahaan-perusahaan AS melakukan perdagangan internasional karena terbukanya peluang bagi produk-produk mereka di Negara lainnya.
Adanya peralihan dari dua actor menjadi multiaktor, inti dari peralihan ini adalah semakin banyaknya pelaku bisnis internasional, yang semula didominasi oleh perusahaan-perusahaan AS, kemudian ditambah dengan perusahaan-perusahaan eropa barat, jepang dan dari dunia ketiga. Selain itu Negara-negara berkembang berhasil menyatakan diri kedalam kelompok 77 dialog utara selatan dan munculnya badan-badan internasional seperti IMF, bank dunia. PBB terhadap perusahaan-perusahaan multinasional.
Perkembangan bisnis internasional dari bentuk klasik yakni strategi ekspor-impor kebentuk penanaman modal asing secara langsung. Strategi perusahaan semacam ini menjadi salah satu faktor peningkatan bumi internasional. Karena dalam bentuk/ strategi seperti ini dimana perusahaan-perusahaan tidak mengekspor produknya, tetapi mengekspor manajemennya. Ini berarti ada pengaruh manajerial langsung ke Negara tuan rumah.
RUANG LINGKUP BISNIS INTERNASIONAL
BISNIS INTERNASIONAL
BAB II KULIAH 2
Bisnis internasional bersifat luas dan multidimensional, maka pelaku bisnis/ perusahaan perlu memiliki kawasan yang luas dalam menjalankan kegiatannya.
Seperti yang dikatakan Pang Lay Kim, bahwa bisnis internasional merupakan arena bagi hampir semua unsur seperti politik, ekonomi dan diplomasi. Hubungan internasional secara nyata ikut berperan, mempengaruhI dan bersaing serta bekerja sama dalam bisnis internasional.
Sebagaimana dinyatakan oleh Moyer, bidang bisnis internasional meminjam beberapa disiplin akademis termasuk ekonomi internasional, antropologi budaya dan ilmu politik.
Oleh karena itu, studi bisnis internasional biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut:
Operasi perusahaan dalam negeri di luar negeri (investasi)
Perdagangan ekspor dan impor. Bidang studi ini telah sejak lama menarik para ekonom, karena arus perdaangan internasional memiliki dampak besar bagi pembangunan dan kegiatan ekonomin lokal
Manajemen perbandingan. Membandingkan perusahaan dalam dan luar negeri.
Perbandingan sistem ekonomi.
Analisis bisnis fungsional, yang meliputi permasalahan international, keuangan internasional dan manajemen internasional.
Kegiatan perusahaan multinasional di Negara-negara lain, tidak berbeda jauh dari kegiatan pemasaran internasional sebagai sub fungsi dari bisnis internasional. Phillips kotler, membedakan strategi-strategi perusahaan dalam pemasaran internasional sebagai berikut:
Kegiatan ekspor yang terdiri atas ekspor langsung dan tidak langsung
Kegiatan usaha patungan yang terdiri atas:
Lisensi, hak untuk menggubakan proses manufacturing yang mengandung royalti pembayaran
Kontrak pabrtik local untuk menghasilkan produksi
Kontrak manajerial
Usaha patungan pemilikan, penanaman modal asing bergabung dengan penanaman modak dalam negeri
Investasi langsung, dalam bentuk investasi perakitan atau fasilitas manufakturing asing.
LINGKUNGAN BISNIS INTERNASIONAL
Bisnis Internasional
Bab I Kuliah 1
Dalam kegiatan dan perumusan strategi bisnis, perusahaan internasional biasanya mempertimbangkan berbagai faktor eksternal, tidak hanya ekonomi tetapi juga sosial-budaya politik dan kedaulatan hukum.
Konsep kepentingan nasional dan pandangan hidup masyarakat setiap Negara berbeda karena itu perusahaan multinasional tidak bias secara bebas mengendalkikan seluruh kegiatannya di Negara tuan rumah.
Perbedaan kepentingan nasional tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik perusahaan internasional dengan mitra usahanya, masyarakat, konsumen, tenaga kerja lokal tuan rumah.
Kedaulatan nasional
Kehidupan nasional suatu negara jelas berbeda dengan kehidupoan negara-negar lain di dunia. Kehidupan nasional yang meliputi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik serta hukum secara unik berkembang atas dasar kedaulatan dalam batas wilayah nasional suatu negara, meskipun tidak tertutup kemungkinan terjadinya lintas sosial budaya, politik, ekonomi antar negara. Seperti apa yang dikemukakan oleh Farmer dan Richman.”suatu negara bangsa secara khas memiliki sistem moneternya sendiri dan dikelola dengan cara apapun yang dinilai sesuai.”
Oleh karena itu, untuk memasuki wilayah pemasaran negara lain, kemampuan untuk memahami serta beradaptasi dengan lingkungan kehisdupan setempat perlu dimiliki oleh perusahaan asing. Sebab, analisis aspek kehidupan negara tersebut sangat diperlukan dalam perumusan strategi perusahaan.
Disamping adanya dampak positif terhadap kehidupan ekonomi bagi pembangunan ekonomi suatu negara, peranan perusahaan multinasional sering mendapat kritikan. Dengan kata lain masuknya perusahaan asing dikhawatirkan akan melunturkan kedaulatan suatu bangsa.
Kritik-kritik semacam ini, akan memperoleh kebenaran apabila perusahaan multinasional tidak menyesuaikan diri dengan tata kehidupan negara tuan rumah dan terlebih lagi apabila condong memaksakan atau berusaha mengendalikan sistem sosial budaya, politik dan ekonomi negara asal ke negara tuan rumah.
Walaupun demikian, ini tidak berarti bahwa perusahaan asing harus meninggalkan tata nilai kehidupan negara asalnya dan sasaran strategi perusahaannya. Pada tingkat tertentu, interaksi perusahaan multinasional dengan negara operasinya sering memberikan kontribusi positif bagi proses pertukaran budaya, alih teknologi, dan keterampilan manajemen yang bermanfaat bagi negara tuan rumah.
Aspek Sosial-Budaya
Perbedaan struktur sosial budaya, yang mirip hasil produk budaya masyarakat maju, merupakan kendala bagi perusahaan internasional. Suatu perusahaan asing secara sadar/ tidak, membawa tata nilai budaya negara asalnya, yang berlainan dengan tata nilai masyarakat setempat, sehingga memungkinkan terjadinya bentrokan sosial budaya antar kedua belah pihak.
Aspek sosial budaya ini dapat mempengaruhi fungsi-fugsi manajemen, pemasaran, sumber daya manusia, produksi, dan strategi perusahaan.
Banyak ccontoh bisa dikemukakan, tetapi yang jelas perusahaan multinasional sebaiknya menyesuaikan strateginya dengan sistem sosial budaya masyarakat lokal. Adaptasi sosial budaya dimaksudkan untuk mengurangi resiko konflik atau pertentangan sosial budaya dengan masyarakat lokal.
Contoh:
Masuknya produk-produknya impor, hamburger, dan lain-lain telah merubah gaya hidup masyarakat terutama yang ingin mengidentifikasikan diri sebagai masyarakat modern.
Norma budaya barat melakukan sikap ibyektif atas dasar analisis fakta, sedangkan budaya timur mendasarkan pada hal yang pribadi, emosional, mistikal dan lain-lain.
Dalam budaya timur jauh, sikap sopansantun dianggap lebih bernilai daripada kebenaran. Eksekutif jepang, misalnya, merasa tidak wajar untuk mengatakan tidak dalam situasi-situasi tertentu.
Penghargaan terhadap waktu dan lain-lain.
Aspek poltik
Aspek politik tergolong kritis dalam perlusan operasi perusahaan internasional. Perusahaan multinasional biasanya melakukan analisis resiko politik terhadap negara yang menjadi wilayah operasinya tidak mengherankan bagi suatu perusahaan untuk tidak melakukan investasi di negara yang mengalami peperangan atau instabilitas politik dalam negeri sikap ini didasari akan kekhawatiran akan perubahan situasi politik yang bisa merugikan operasi perusahan multinasional.
Sebagai contoh, suatu studi untuk PBB, menunjukkan 1705 perusahaan transnasional yang dibebaskan secara paksa (divestment) di 79 negara berkembang selama 20 tahun dari tahun 1960-tahun 1979.masalah perusaaan multinasional yang sering menjadi topik perdebatan politik, karena kehadirannya yang mempengaruhi politik dalam negeri suatu negara. Meluasnya operasi perusahaan multinasional di negara-negara berkembang dikhawatirkan akan mengurangi bobot kedaulatan negara, dan tidak jarang dicurigai sebagai bentuk perluasan kapitalisme yang bertentangan dengan prinsip/ ideologi nasional mereka.
Kehadiran ninvestasi negara-negara barat dan jepang sempat menjadi masalah politik dalam negeri Indonesia. Di mata orang indonesia aspek dari modal asing ini dianggap sebagai pengaruh negatif dari kebijaksanaan-kebijaksanaan sekarang diberlakukan. Karena mereka berpendapat penanaman modal asing telah memperbesar ketergantungan Indonesia kepada negara-negara barat dan jepang.
Aspek ekonomi
Lingkungan ekonomi beserta perubahannya, baik didalam maupun di luar negeri, berpengaruh terhadap kegiatan perusahaan internasional. Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, yang merupakan unsur penting, sering menjadi perhatian oleh perusahaan-perusahaan multinasional dalam melakukan kegiatan bisnis internasionalnya. Unsur-unsur tersebut turut menentukan tingkat penawaran dan pemasaran dalam kegiatan bisnis internasional.
Menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat melemahkan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga mengurangi daya beli mereka.
Hal ini terutama karena kegiatan-kegiatan perusahaan internasional didorong oleh motivasi ekonomi dan perusahaan patut memperhtungkan perkembangan lingkungan eknomi. Seperti, salah satu pendorong perusahaan AS memasuki pasar internasional adalah untuk mencari pangsa pasar di luar negeri, akibat melemahnya pemasaran di dalam negeri sehubungan menurunya GNP.